
Keras karas lunak dihujani bukan dengan batu tuk saling bentur
Tapi air yang luruhkan
Dengan cara bijak, perlahan
Pada batas dirimu terselip kebajikan
Tutup rapat, kedapkan kata
Hingga suaramu saja menggaung berulang-ulang
Menguatkan tapak, berjuang melangkah
Keretamu tertunda disebuah peron dan kau berdiri tenang
Beriak-riak pikiranmu dalam gelombang bimbang
Tapi kau tahu hidup diabdikan tuk hadap Tuhan, maka kau terus bertahan
Di ujung sana
Pagi datang dengan gembira
Melangkahi malam tanpa jumawa, sebab ia sadar ini hanya giliran
Dan sore juga tak berkecil hati karena ia paham semua saling berkelindan
Ada sedikit retak, membuat celah
Tak kau tanggapi kemudian berongga
Resah nafasmu, kelu jiwamu tertegun
Berandai-andai egomu
Terpelanting jauh ragamu
Lantas kelana jalan keluar katamu
Dirimu redam, punggungmu ditepuk
Sadar kelok berkesudahan dan derap harus terus berlanjut
Baca juga Puisi: Tabah